“ceritakan tentang jalan anyer-panarukan wahai anak muda”
Kilauan rambut memutih bersinar ditepian jalan, tidak cukup muda lagi namun badan itu masih tegap berjalan, ahli sejarah yang punya hobi seperti Roy Suryo pakar telematika, ahli dalam menganalisa foto dan video, itulah hobinya, ya Pak Arsil namanya, dipandu Semriwingnya aroma kopi dalam obrolan ringan, tentang cerita legendaris sepanjang jalan Anyer-Panurukan.
Syahdan, Gubernur-Jendral Bertangan besi asal negeri kincir angin, sebut saja Herman Willem Daendels, namanya melalangbuana dari buku RPUL jadul hingga buku IPS kelas 5 SD, mungkin nama itu agak sulit diucapkan, tapi Begitoelah Adanja (dalam ejaan lama).
Diceritakan kisahnya bagaimana membangun jalan raya sepanjang seribu kilometer yang penuh liku dan banyak kontroversi.
Kisah sepanjang jalan Anyer-Panurukan yang masih bisa kita gunakan hingga saat ini, memang nyata adannya, terlepas masa buruk era kolonial.
“Kutipan buku “Colonial Exploitation and Economic Development (2013)” suntingan “Ewout Frankema” dan kawan-kawan, jalur panjang yang semula dinamakan Jalan Raya Pos (De Grote Postweg) itu dibangun Daendels pada awal masa kepemimpinannya di Hindia Belanda, yakni pada 1808. Sebagai catatan, kala itu negeri Belanda dan seluruh koloninya, termasuk Hindia (Indonesia), berada di bawah penguasaan Perancis. Napoleon Bonaparte menaklukkan Belanda sejak 1795. Daendels, perwira Belanda yang terkenal cakap dan simpatisan Perancis, ditunjuk untuk memimpin pemerintahan di Hindia”
Sumber: Tirto.id
Guru sejarah itu mengisahkan bagaimana negeri Belanda dan seluruh koloninya, termasuk Hindia (Indonesia), berada di bawah penguasaan Perancis. Napoleon Bonaparte menaklukkan Belanda sejak 1795. yang secara tidak langsung koloni-koloni belanda dibawah Pengawasan langsung Napoleon Bonaparte yang terkenal itu.
Setibanya di Jayakarta disebut juga dengan Batavia, pada 5 Januari 1808 Daendels langsung bertugas menjadi gubernur jendral Hindia Belanda menggantikan Albertus Wiese, tugas utamanya melindungi pulau jawa dari serbuan tentara Inggris.
Atas inisiatif Daendels, jalan anyer-panurukan yang sebelumnya disebut dengan Jalan Raya Pos (De Grote Postweg), ada kisahnya loh kenapa Namanya jalan Raya Pos, kebayangkan 210 tahun lalu pas belum ada email, whatsapp, dan sejenisnya yang tinggal klik…klik…sepersekian kelebatan mata pesan sampai ditangan.
Pesan dalam dua abad silam masih menggunakan secarik kertas, bagi pesan resmi wajib dibubuhi stampel kerajaan, bayangkan dari Anyer ke Batavia saja butuh empat hari perjalanan karena medan yang cukup sulit dilaluinya nah karena itu juga dibeberapa tempat dibuatlah Pos, pos ini digunakan sebagai tempat keamanan dan distribusi surat-menyurat, antar pos satu dan lainnya cukup jauh jaraknya dan sulit dijangkau, sehingga mulailah pembangunan jalan anyer-panurukan dengan menghubungkan Pos-pos sepanjang ujung barat pulau jawa hingga ujung timur, kebayangkan? Dan pembangunan jalan Anyer-Panurukan yang kurang lebih seribu kilometer selesai dalam kurun waktu setahun pada 1808 masehi.
“Pembangunan Jalan Anyer-Panarukan hingga kini masih menjadi perdebatan. Di satu pihak pembangunan Jalan Raya Pos itu sangat dipuji, tetapi di lain pihak juga dicaci karena mengorbankan banyak nyawa manusia.
Sumber: Historia.id
Pram menegaskan bahwa pembangunan Jalan Anyer-Panarukan adalah salah satu genosida dalam sejarah kolonialisme di Indonesia. “Menurut sumber Inggris hanya beberapa tahun setelah kejadian Jalan Raya Pos memakan korban 12.000 orang,” tulis Pram.
Menurut Denys Lombard dalam Nusa Jawa Silang Budaya Jilid 1, musuh-musuh Daendels membandingkan pembangunan Jalan Anyer-Panarukan dengan Piramida Mesir. Dampak jalan raya itu ternyata jauh melampaui perkiraan Daendels. Jalan ini telah memenuhi harapan Daendels sebagai sarana ekonomi kolonial. Meski tidak memungkinkan untuk menahan pendaratan Inggris, namun jalan ini mengubah secara besar-besaran kondisi ekonomi dan kehidupan di Jawa. Jalan ini mempersingkat waktu tempuh: Batavia-Surabaya dapat ditempuh Selama lima hari perjalanan.
Add Comment