Cerita Tulisan

Dra. Hj. Woro Supadmi kisah sang ibu guru Sosiologi

“Magelang pada dekade 1960an, dedaunan nan hijau menghiasi alam pedesaaan, diselingi nyanyian burung dan kabut tipis yang perlahan menghilang, rumah-rumah yang terbuat dari kayu jati itu tertata dengan baik, dibalik dinding jati itu berbunyi alunan suara anak-anak”.

Jalan-jalan desa pun masih berkalang batu dan tanah, serta pagar tanaman yang tumbuh alami berhias diri ditepian jalan. Terkadang terdapat dedaunan yang mengering disekitarannya, tak heran banyak tanaman yang tumbuh subur di wilayah magelang ini.

Gadis kecil itu berlari dengan gembira sambil bermain  disekitaran halaman rumah, “ndok dolanan opo toh?”(nak lagi main apa?) tanya Ibu kepada gadis kecilnya yang berlarian dengan riang gembira. “iki bu, “kulo bade dolanan bu” ( ini bu, aku sedang bermain) jawab gadis kecil itu.

Nampak bersahaja keluarga sederhana asal magelang ini bercengkerama-ria. Kakak dan adik bermain dan berceloteh seakan-akan waktu berhenti berputar.

Kesebelasan putra-putri asal magelang ini saling bahu-membahu membantu satu dengan lainnya, kakak ber-adik mendapat didikan yang tepat dari sang Ayah dan Ibu yang berprofesi sebagai guru, namun sang Ibu telah berhenti sebagai guru di Sekolah formal, sang Ibu lebih memilih menjadi guru untuk kesebelasan putra-putrinya yang beranjak dewasa.

bahumu yang dulu kekar, keringat mengucur deras…Namun engkau tetap tabah”

Ayah, terkadang engkau tak banyak bicara. Melainkan engkau banyak bertindak untuk semua putra-putri mu, sehabis Ayah pulang mengajar. Beliau lantas datang ketepian sawah untuk bekerja menambah pengasilan tambahan untuk memenuhi kebutuhan kesebelasan putra-putrinya. Tak jarang ketika akhir pekan datang, sang Ayah pergi dengan membawa topi andalan serta beberapa ternak sebagai Blantik (perantara jual beli (seperti jual beli binatang ternak, rumah, dll)).

Namun tiada kisah yang berjalan mulus, tepat ketika sang putri kesembilan menaiki kelas empat di sekolah dasar, sang ayahanda tercinta berpulang keharibaan yang kuasa. Kesebelas putra-putrinya masih kecil, sangat berduka atas berpulangnya ayahanda tercinta.

Setelah ditinggal ayahanda, Sang ibu mulai memikul pundak kesebelasan putra dan putri ini. Memang kekuatan terbesar ada di kasih sayang ibu kepada anak-anaknya, sang ibu-pun berusaha sekuat mungkin untuk menghidupi anak-anaknya.

Ibu bekerja diladang dibantu oleh beberapa orang yang ia pekerjakan, dan ibu menyisihkan penghasilan dari hasil ladang untuk digunakan sebagai biaya pendidikan kesebelas putra-putrinya.

Kini waktu berjalan cepat, putra pertama dan kedua telah bekerja, dan kedua putra  tertua-nya itu membantu pendidikan adik-adiknya yang lain.

Sang putri kesembilan kini telah memasuki masa pendidikan SMA-nya, ia mengikuti kakaknya yang nomor dua untuk tinggal dikota ‘pelajar’ Jogyakarta.

Kakak nomor dua-nya ini bekerja sebagai guru di SMAN 9 Jogjakarta, dan sang adik kesembilan ini selalu ingat nasihat kakaknya ‘de sing rajin sinau ya’ (dik yang rajin belajar ya). ‘inggih mas’ (iya mas) jawab si adik.

Masa SMA telah diselesaikan dengan nilai yang memuaskan, alhamdulilah sang putri kesembilan mendapatkan beasiswa supersemar dan melanjutkan kuliah di jurusan filsafat dan pendidikan sosiologi di salah satu kampus ternama kota Jogja tersebut.

Teringat nasihat dan doa ibunda “woro’ ning wong wadon dadi guru wae”( woro’ anak perempuan jadi guru saja) sang putri kesembilan itu menuruti nasihat sang  ibunda untuk menjadi guru, padahal cita-citanya ingin menjadi notaris.

Masa perkuliahan telah diselesaikan dengan baik, kini saatnya ia mengamalkan ilmunya sebagai guru.

Di satu waktu impian sang ibu terwujud, putri kesembilan itu kini menjadi seorang guru yang mengabdikan ilmu pengetahuan-nya di SPG (Sekolah Pendidikan Guru) Temanggung, tak terasa ibu guru yang lincah ini dikenal dengan panggilan ibu Woro Supadmi.

Dra. Hj. Woro Supadmi telah mengabdikan diri menjadi seorang guru, dan memang benar doa dari ibunda tercintanya bahwasanya seluruh putra-putri-nya menjadi guru, oh… betapa mustajab-nya doa dari seorang ibu.

Dari beberapa waktu kemudian, ibu Dra. Woro Supadmi menikah dengan pria yang berasal dari Tulungagung, dan dengan dimulainya bahtera rumah tangga, keluarga kecil ini mulai berpindah ke kota Jakarta.

Ibu Woro Supadmi beserta suami dan ketiga putra tampan-nya mulai menapaki kehidupan Ibukota. Beliau tetap istiqomah untuk menjadi seorang guru, tepat pada tahun 1992 ibu Woro Supadmi menjadi tenaga pendidik di Sekolah yang sekarang bernama SMAN 112 Jakarta.

Di waktu itu. 1992, SPG 5 Jakarta mulai bermetamarfosa menjadi SMA Negeri Kembangan dan dalam waktu singkat menjadi SMAN 112 Jakarta.

Ibu Dra. Hj. Woro Supadmi menjadi saksi dalam perkembangan SMAN 112 Jakarta tercinta. Dari mulai berdiri-nya, peningkatan prestasi, dan berbagai macam kemajuan di SMAN 112 Jakarta.

Bak permen nano-nano yang ber-aneka cita-rasa, begitu pula kisah ibu Woro Supadmi dalam bertugas menjadi guru di SMAN 112 Jakarta, beliau ingat, bagaimana perubahan kondisi sekolah dari masa ke masa, dari satu pimpinan ke pimpinan lainnya.

” Hanya satu yang tak pernah berubah, yaitu perubahan itu sendiri”

Tak terasa waktu berputar dengan cepat, dari berbagai macam model dan karakter siswa-siswi di SMAN 112 Jakarta pernah mendapatkan sentuhan pendidikan karakter dari ibu Woro Supadmi.

Dan para siswa-siswi itu-pun sangat menghargai peranan ibu Woro Supadmi baik sebagai guru sosiologi maupun peranannya sebagai orang tua.

Bertahun-tahun ibu Woro Supadmi berduet dengan ibu Dra.Hj. Sumaryani dalam mengajar ilmu Sosiologi kepada banyak peserta didik di SMAN 112 Jakarta, sampai pada akhirnya ibu Sumaryani pengsiun pada medio 2016. Sejak saat itu ibu Woro Supadmi menjadi pemain tunggal dalam mengajar ilmu Sosiologi.

Para peserta didik sangat mengenal disiplin dan ketegasan beliau dalam mengajar, ketika bel berbunyi, ibu Woro Supadmi sudah berdiri didepan kelas, sungguh contoh yang nyata untuk semua.

Kini masa pengabdian ibu Dra. Hj. Woro Supadmi telah terjalin dengan indahnya, selama kurang lebih 38 tahun mengajar diberbagai macam sekolah dan diantaranya selama 27 tahun mengajar di SMAN 112 Jakarta. Beliau telah Mengabdikan ilmu pengetahuan terbaiknya untuk banyak peserta didik.

Di masa pengsiun ini kami keluarga besar SMAN 112 Jakarta, mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya atas pengabdian Ibu Dra. Hj Woro Supadmi untuk kemajuan dunia pendidikan.

About the author

Bagus Arif Waluyo

2 Comments

Click here to post a comment