Buku Cerita Novel Tulisan

Salah Arti Bahasa

Di pagi hari yang cerah, kelas 8A yang berada di lantai dua SMP Nusa Bangsa sudah terlihat ramai. Murid-murid yang ada di dalam kelas itu sangat bersemangat memulai kegiatan pelajaran hari ini. Apalagi pelajaran pertamanya adalah olahraga yang banyak disenangi murid kelas 8A ini.

Deni, Reno, Amel dan Karin sedang mengobrol di meja Deni yang berada di barisan belakang kelas. Mereka membicarakan tentang murid pindahan dari Kampung yang pindah ke sekolah mereka dan ditempatkan di kelas mereka. Murid pindahan itu bernama Bunga.

“Teman-teman, lihat deh Bunga. Semenjak pindah ke kelas kita, sepertinya dia belum punya teman,” ucap Deni.

“Anak kampung begitu ya pantes lah gak punya teman,” balas Amel.

“Iya, dia juga kalau ngomong medok banget, terkadang aku gak paham apa yang dia omongin” lanjut Reno.

“Ih kalian gak boleh begitu. Bunga kan juga teman kita. Kasihan kalau dia gak punya teman. Memangnya kalian mau gak ditemenin seperti Bunga?” tanya Karin.

“Hem, ya gak mau lah Rin,” jawab Amel dan Reno.

“Yasudah, nanti saat istirahat kita ajakin Bunga ke kantin bareng yuk!” ajak Karin.

“Iya! Aku setuju!” jawab Deni.

Sementara itu, Amel dan Reno hanya mengangguk saja.

“Kringg… Kringg…Kringg…” 

Bel tanda istirahat sudah berbunyi, Keempat sahabat itu berkumpul di meja Karin dan mendiskusikan kembali yang dibicarakan Karin tadi pagi.

“Bagaimana? Jadi ajak dia?” tanya Reno sambil menoleh kearah Bunga.

“Iya, ayo!” seru Karin semangat.

Karin, Deni, Amel dan Reno berjalan menuju bangku Bunga yang terletak di sebelah kanan barisan depan.

“Hai Bunga! Kita mau jajan ke kantin nih, ikutan yuk!” ajak Deni semangat.

“H-hai..” balas Bunga gugup sambil menundukkan kepalanya.

“Eh, dia kenapa?” bisik Amel ke Reno.

“Gak tahu, takut sama Deni kali hahaha,” jawab Reno bercanda.

Karin berusaha sabar mendengar Amel dan Reno bercanda seperti itu.

“Kamu bawa bekal dari rumah ya?” tanya Karin yang melihat ada kotak makan berwarna biru di atas meja Bunga.

“Nggih Rin, Ibuku sing nyiyapake nedha awan iki (Iya Rin, ibuku yang menyiapkan bekal makan siangku ini)” jawab Bunga dengan nada Bahasa Jawa yang medok.

“Tuh keluar lagi medoknya,” sahut Reno.

“Kamu ngomong apasih Bunga? Pakai Bahasa Indonesia yang benar dong biar kita bisa paham,” tambah Amel gemas.

“Sepurane teman-teman, Bahasa Indonesiaku kurang bagus (Maaf teman-teman, Bahasa Indonesiaku kurang lancar)” ucap Bunga merasa bersalah.

“Tidak apa-apa kok Bunga,” balas Deni pengertian.

“Kalian bawa bekal juga kan? Bagaimana kalau kita makan bekal bareng saja di meja Bunga? Ayo ambil bekal kalian masing-masing,” usul Karin.

“Oke siap” jawab Deni, Reno dan Amel.

Mereka pun mengambil bekal dan kursi masing-masing untuk duduk berkumpul mengelilingi meja Bunga. Bunga yang melihat itu seketika merasa terharu, ia pikir ia tidak akan mempunyai teman di sekolah barunya. Bunga merasa sedikit minder dengan murid-murid lain yang lancar berkomunikasi menggunakan Bahasa Indonesia. Memang, sedari kecil ia terbiasa dengan bahasa daerahnya. Orang tuanya pun berkomunikasi dengan bahasa asli daerahnya. Bunga masih asing dan terkadang juga kurang paham mendengar orang lain berkomunikasi menggunakan Bahasa Indonesia.

 “Waah, aku sudah lapar sekali. Kita mulai makan yuk,” ajak Amel.

“Jangan lupa baca doa dulu dong,” ucap Deni mengingatkan.

“Oh iya, hehehe..” Amel tersenyum malu.

Sepeti biasa, mereka saling menawarkan bekal yang mereka bawa masing-masing.

“Hari ini aku bawa dua potong ayam goreng buatan Mamaku, kalian mau?” ucap Reno menawarkan bekalnya.

“Engga, makasih Ren. Kalau aku, bawa nasi goreng spesial buatan kakakku, ada yang mau coba?” Amel juga ikut menawarkan bekalnya.

“Aku mau coba dong mel!” sahut Karin.

Amel memberikan sedikit nasi gorengnya kepada Karin, Karin mencicipinya dan mengacungkan kedua jempolnya pertanda enak kepada Amel. Melihat itu, Bunga merasa penasaran dengan rasa nasi goreng yang dimakan Amel dan Karin.

“Aku yo arep njajal, oleh? (Aku juga mau coba, boleh?)” ucap Bunga memberanikan diri ikut dalam percakapan.

Tapi Deni, Amel, Reno dan Karin tidak mengerti apa yang diucapkan Bunga. Mereka pun saling melirik satu sama lain. Bunga yang merasa tidak enak kepada teman-temannya yang tidak mengerti bahasa yang ia gunakan pun mencoba untuk memakai bahasa tubuh. Bunga menunjuk nasi goreng Amel dan menunjuk dirinya sendiri seakan mengucapkan ‘aku mau’. Karin yang melihat bahasa tubuh Bunga langsung paham, ia menyenggol Amel untuk memberikan nasi gorengnya juga kepada Bunga.

“Ini nasi gorengnya,” ucap Amel sambil mengambil sedikit nasi gorengnya dan meletakkannya di kotak makan Bunga.

Amel dan Reno merasa sedikit kesal karena kendala bahasa ini. Bagaimana mereka mau dekat jika mereka saja sulit untuk berkomunikasi dengan Bunga. Setelah itu, mereka semua memakan bekal masing-masing dengan tenang dan tidak banyak bicara. Deni, Amel, Karin dan Bunga sudah selesai memakan bekal mereka. Tersisa Reno yang belum selesai memakan bekalnya. Melihat hal itu, Bunga yang dari kecil sudah diajarkan oleh Ibunya untuk tidak boleh makan terlalu lama, mempertanyakan hal itu kepada Reno.

“lho, suwe temen kamu mangannya (lho, lama sekali kamu makannya)” ucap Bunga yang lagi-lagi tak sadar karena teman-temannya belum tentu paham apa yang ia bicarakan.

“Hah? Suwe?! Kamu ngatain aku?!” balas Reno tidak terima.

“Hah kenapa? Maksud kamu apa Bunga?” tanya Karin yang juga tidak paham.

Bunga terkejut melihat respon Reno. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya tanda bahwa bukan itu yang ia maksud. Sementara itu, Reno terlihat geram karena Bunga mengatakan kata ‘suwe’ yang ia ketahui bermakna jelek (mengejek). Reno bingung apa yang ia lakukan sampai-sampai Bunga mengatakan kata itu kepadanya. 

“Memangnya aku kenapa sampai dia ngomong begitu ke aku?” sahut Reno lagi.

“Mungkin maksud Bunga bukan ‘suwe’ yang itu Ren, tenanglah dulu..” ucap Deni menengahi.

“Terus bagaimana ini? Reno dan Bunga jadi salah paham,” ucap Amel bingung.

“Kita kan punya teman yang bisa berbahasa Jawa sedikit, kita tanya dia saja,” usul Karin.

Karin pun memanggil Ara yang sedikit mengerti Bahasa Jawa.

“Ara! Tolong kesini sebentar deh!” teriak Karin ke Ara yang sedang menghapus papan tulis. 

Ara yang merasa dirinya dipanggil segera menyahut dan menghampiri Karin.

“Ada apa Rin?” tanya Ara penasaran.

“Kamu tahu gak arti dari Bahasa Jawanya ‘suwe’?” 

“’Suwe’ itu artinya lama, memang kenapa kok tiba-tiba bertanya tentang bahasa Jawa?” tanya Ara lagi.

“Ini lho, tadi Bunga bilang kalimat yang ada kata ‘suwe’nya ke Reno. Reno pikir Bunga mengejeknya,” jelas Karin.

“Oh begitu.. hahaha ada-ada saja. Memangnya kamu bilang apa ke Reno?” tanya Ara seraya menoleh ke arah Bunga.

Bunga menjelaskan menggunakan bahasa Jawa medoknya. Untungnya, Ara paham apa yang dibicarakan Bunga. Ara pun merasa lucu dengan kesalahpahaman ini.

“Jadi maksudnya Bunga itu, dia bilang kalau Reno makannya kok lama sih. Karena dia sedari kecil sudah biasa makan dengan cepat. Begitu lho ceritanya teman-teman,” ucap Ara menjelaskan kepada semuanya.

“Oh jadi begitu..” ucap Amel, Deni, Karin dan Reno.

“Maaf nggih sudah buat kalian salah paham (Maaf ya sudah bikin kalian salah paham)” ucap Bunga.

“Iya, aku juga minta maaf ya Bunga. Seharusnya aku mendengarkan penjelasanmu dulu,” balas Reno sambil tersenyum ke arah Bunga.

“Nah, Bahasa Indonesia itu harus kita pelajari. Sehingga dengan mempelajari bahasa Indonesia dengan baik, kita bisa dengan mudah berkomunikasi satu sama lain, karena Bahasa Indonesia adalah bahasa pemersatu bangsa. Bahasa hebat, Bangsaku kuat! Benar begitu Bunga?” ucap Ara melirik kearah Bunga.

“Nggih, bener kamu Ra. Sekarang aku bakal sinau bahasa Indonesia yang bagus dan benar (Iya, kamu benar Ra. Mulai sekarang aku akan berusaha belajar Bahasa Indonesia yang baik dan benar)” Bunga merasa lega setelah mengucapkan kalimatnya.

“Iya Bunga, nanti kita bantuin kok!” ucap Amel

“Iya, jangan sungkan tanya ke kita ya,” tambah Deni.

“Matur nuwun teman-teman,” ucap Bunga kepada teman-teman barunya itu.

“Matur nuwun itu terima kasih kan? Hahaha..” ucap Reno bercanda dengan Bunga.

“Nggih Ren, hahaha..” jawab Bunga.

    Amel, Deni, Karin, Reno dan Bunga melanjutkan candaan mereka. Dengan cepat mereka sudah merasa akrab satu sama lain. Bunga juga sudah merasa nyaman berkomunikasi dengan teman-temannya walau terkadang ia berbicara dengan mencampur Bahasa Jawa dan Bahasa Indonesia.

Zalfa Najmah Zahira X MIPA 5

About the author

Zalfa Najmah Zahirah

14 Comments

Click here to post a comment